Mini Bazaar Pangan Nusantara NFT Surya University

Halo sobat pangan!

Hari ini penulis ingin membagikan keseruan dalam mini bazaar yang diselenggarakan Program Studi Teknologi Pangan di Surya University. Mini Bazaar ini diadakan untuk mengakhiri semester pendek (Januari - Maret 2018) untuk mata kuliah Budaya Makanan dan Keterampilan Manajemen.

Mini Bazaar berlangsung pada 20 Maret 2018 dan dihadiri oleh segenap mahasiswa, dosen, dan staf Surya University. Acara berlangsung ramai dan meriah. Mahasiswa yang mengampu mata kuliah Budaya Makanan mempersembahkan 8 (delapan) pangan nusantara yang sangat khas, sedangkan mahasiswa yang mengampu mata kuliah Keterampilan Manajemen memamerkan 10 produk karya mereka.

Berikut dokumentasi kemeriahan dan produk-produk yang dipajang dalam mini bazaar tahun ini.
 


Beberapa pangan nusantara yang disajikan adalah

1. Papeda
Makanan khas Indonesia Timur yang satu ini, khususnya di wilayah Maluku dan Papua terbuat dari sagu yang dipadupadankan dengan ikan kuah kuning. Ikan yang digunakan biasanya ikan tongkol atau cakalang. Cara memakannya sendiri cukup unik, yaitu menggunakan sumpit.

2. Martabak Telur
Martabak telur merupakan hasil akulturasi budaya India, Arab dan Indonesia. Martabak telur ini merupakan topik pangan nusantara yang dipilih oleh penulis dan rekan penulis (Audrey). Martabak telur disajikan dengan kuah cuko (diperkenalkan di Sumatera, khususnya daerah Palembang dan Bangka) juga ditemani dengan acar timun dan wortel. Martabak telur yang disajikan sendiri menggunakan daging sapi dan telur ayam. Di India, martabak dikenal dengan nama mutabar sedangkan di Arab, martabka dikenal dengan sebutan mutabbaq.

3. Ronde
Ronde adalah makanan manis yang dibawa oleh orang Tionghua ke Indonesia. Perayaan ronde diperingati pada tanggal 21/22 Desember di musim dingin. Oleh karena itu, tak heran ronde disajikan dengan kuah wedang jahe untuk menghangatkan tubuh di musim dingin. Beberapa orang juga mempercayai ronde dirayakan untuk memperingati pergantian tahun, sehingga umumnya ronde dikonsumsi sesuai dengan jumlah masing-masing dan ditambah 1 dengan maksud untuk memberikan umur yang panjang. Selain itu, ronde juga terkadang ditempel di pintu untuk mengusir roh-roh jahat.

4. Samseng
Budaya samseng yang umumnya terdiri atas ayam, ikan, dan babi rebus dikreasikan menjadi makanan yang lebih menarik, misalnya untuk ayam dibumbui tepung hingga citra rasanya lebih baik. Samseng pada dasarnya merupakan makanan persembahan bagi para penganut aliran Tridharma. Samseng disajikan untuk menghormati 3 penguasa, yaitu penguasa bumi (babi), penguasa langit (unggas), dan penguasa air (ikan).

5. Lupis

Lupis/ lopis merupakan makanan yang dijadikan sebagai makanan Hari Raya di wilayah Pekalongan, khususnya di daerah Krapyak. Masyarakat di Krapyak membuat lopis raksasa yang digunakan untuk menghormati perjuangan dan semangat KH Abudllah Siradj. Tradisi perayaan lopis raksasa dilakukan pada saat syawalan atau 7 hari setelah idul fitri. Pembuatan lopis raksasa memakan waktu hingga 5 hari 4 malam. Melalui tradisi ini, diyakini ada 3 nilai yang sangat mendominasi, yaitu kerukunan/toleransi, kesetaraan, dan juga kerja sama.

6. Coto Makasar
Daerah Makasar dahulu memiliki Kerajaan Gowa yang dipimpin oleh Sultan Hasanudin. Keberanian beliau menyebabkan beliau seringkali disebut sebagai Ayam Jantan dari Timur. Pada masa kerajaan tersebut, para prajurit yang bersiap perang umumnya membawa bekal Coto Makasar, yaitu pangan sejenis soto yang terdiri dari daging, jeroan, dan 40 rempah-rempah. Coto Makasar juga diyakini digunakan sebagai makanan untuk menjegah prajurit terkena penyakit atau agar tetap sehat selama menghadapi peperangan. Penggunaan tauco di dalam bumbu Coto Makasar diyakini dipengaruhi oleh budaya Cina/Tionghua.

7. Bacang/Kuecang
Bacang atau kuecang merupakan pangan yang dikenal di Nusantara yang dipengaruhi oleh budaya Tionghua. Awal mulanya, bacang yang seperti bola nasi digunakan untuk dilempar ke dalam Sungai Milou untuk memberi penghormatan berupa makanan kepada Qu Yuan, penyair dan politisi hebat dari negara Chu. Ia mengakhiri hidupnya dengan menenggelamkan diri di Sungai Milou atas kesedihan negaranya hancur dan kalah dalam melawan negara Chin. Penggunaan daun bambu, bentuk limas segitiga, dan diikat merupakan wujud keyakinan agar permukaan bola nasi tajam sehingga dapat sampai ke Qu Yuan dan tidak dimakan oleh naga air. Bacang dan Kuecang selalu hadir dalam perayaan pada tanggal ke lima dan bulan ke lima.

8. Naniura
Dahulu kala, masyarakat Batak yang memiliki kepercayaan animisme memiliki pantangan untuk tidak menggunakan api. Pada masa tersebut, raja dijadikan sebagai pemimpin spiritual dan warga-warganya akan memberikan persembahan. Pantangan menggunakan api menyebabkan adanya pangan Naniura yang menjadi objek persembahan, yaitu ikan ihan (ikan khas Batak Toba) yang tidak dimasak menggunakan api melainkan dimatangkan melalui proses fermentasi dengan jeruk jungga. Naniura ini dimasukan dengan berbagai macang bumbu, seperti Andaliman untuk memberikan rasa pedas dan getir, serta jeruk jungga.

Nah, sobat pangan, kalau di atas sudah ada cerita dari makanan-makanan yang dipersembahkan oleh mahasiswa yang mengambil mata kuliah Budaya Makanan, berikut ada dokumentasi juga dari produk mahasiswa mata kuliah Keterampilan Manajemen yang mereka buat dan pasarkan untuk di jual (ada beberapa dari mereka yang sudah mendapatkan izin PIRT loh, sobat) Beberapa makanan yang dipasarkan ada telor gabus, dendeng sapi, abon ikan, abon sapi, kerupuk ikan, kacang bawang, rengginang, sumpia, kue kacang, dan kue kancing.

Semoga dengan Mini Bazaar ini, semakin banyak masyarakat Indonesia yang sadar akan pangan Nusantara dan juga berkembang membuat suatu bisnis makanan khas Indonesia, ya! Selamat membaca.

Comments

Popular posts from this blog

Table Manner Course at Soll Marina Serpong

Kisah Dibalik Tradisi Tionghua: SAMSENG

Hasil Uji Laboratorium Keripik Pisang BONANO - PIRT