Roti Buaya - Budaya Orang Betawi
Halo sobat pangan!
Pasti kalian pernah denger kan dengan nama hidangan roti buaya?
Nah, ternyata roti buaya ini memiliki sejarah tersendiri loh, sobat.
Pasti kalian pernah denger kan dengan nama hidangan roti buaya?
Nah, ternyata roti buaya ini memiliki sejarah tersendiri loh, sobat.
Roti Buaya merupakan salah satu bawaan atau wejangan pengantin pria terhadap pengantin wanita di dalam pernikahan atau lamaran orang Betawi/ Jakarta asli. Bisa dikatakan ini adalah salah satu syarat bagi mempelai laki-laki di dalam pernikahan adat betawi. Roti buaya ini biasanya dibagikan kepada para tamu undangan yang masih lajang, dengan harapan yang menerimanya segera mendapat jodoh dan menikah. Sebenarnya, roti buaya ini mulai dikenal oleh orang-orang Jakarta pada saat bangsa Eropa masuk Indonesia. Lalu membawa pengaruh terhadap pemikiran masyarakat asli Jakarta bahwa setiap pernikahan harus memiliki sebuah tanda yang mewakilkan acara sakralnya. Simbol pernikahan yang dimiliki oleh bangsa Eropa pada saat itu adalah bunga. Merasa tak ingin kalah dan tak ingin meniru Eropa, orang Betawi pun berusaha untuk menerapkan simbol yang dibuat sendiri dalam adat pernikahannya.
Roti ini memiliki makna tersendiri bagi warga Betawi, yakni sebagai ungkapan kesetiaan pasangan yang menikah untuk sehidup-semati. Makna ini terinspirasi dari perilaku buaya yang hanya kawin sekali sepanjang hidupnya. Selain itu, roti buaya juga menjadi simbol kemampanan ekonomi. Dengan maksud, selain bisa saling setia, pasangan yang menikah juga memiliki masa depan yang lebih baik dan bisa hidup mapan. Bahan dasar roti buaya sangat sederhana, yakni terigu, gula pasir, margarin, garam, ragi, susu bubuk, telur dan bahan pewarna. Keseluruhan bahan tersebut dicampur dan diaduk hingga rata dan halus, kemudian dibentuk menyerupai buaya. Setelah bentuk kemudian dioven/panggang hingga matang.
Roti buaya akan dipajang di tengah-tengah ruangan hingga acara pernikahan selesai. Setelah itu, roti tersebut akan ditaruh di atas lemari pakaian di kamar pengantin. Karena roti buaya tersebut keras dan tidak punya rasa, roti ini pun akan tahan lama. Kualitas roti buaya yang tahan lama dilihat dari keras tidaknya roti. Roti buaya akan dibiarkan hingga hancur dan berbelatung di atas lemari. “Inilah yang menjadi perlambang bahwa dua roti buaya simbol suami istri tersebut hanya bisa dipisahkan oleh maut, oleh raga yang sudah berbelatung.
Menarik sekali ya, sobat? Ternyata makanan ringan seperti roti saja memiliki kebudayaan yang khas. Budaya yang melatarbelakangi juga sangat unik dan bermakna. Oleh karena itu, jangan sampai budaya-budaya ini nantinya hilang ya, sobat. Usahakan kita semua terus melestarikan budaya makanan!
Comments
Post a Comment